Masjid Wali Jepang, Bangunan Bersejarah Penyebaran Islam Abad 16

KUDUS, Jalapantura.com -  Mahasiswa IAIN Kudus melaksanakan KKN-IK yang bertemakan “Pemberdayaan Potensi Desa Berbasis Moderasi Beragama”. Sebanyak 2635 mahasiswa diterjunkan di empat kabupaten yakni Pati, Kudus, Demak, dan Jepara.

Sementara di Kudus, khususnya di Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, IAIN Kudus menerjunkan dua kelompok mahasiswa KKN yaitu Jepang 1 dan Jepang 2.

Kelompok Jepang 1 memiliki salah satu program kerja yaitu menelusuri sejarah Gapura Paduraksa Masjid Wali Al-Makmur Desa Jepang, Mejobo, Kudus.

Masjid Wali Al-Makmur yang terdapat di Desa Jepang memiliki nilai sejarah tersendiri. Di dalam Masjid tersebut terdapat sebuah gapura yang dikenal sebagai Gapura Padureksan. Gapura tersebut terbuat dari susunan batu bata yang menghadap ke arah Timur. Berikut beberapa sejarah yang dapat dipetik;

Masjid Wali Al-Ma'mur Desa Jepang cukup familiar diketahui masyarakat, sebab menjadi salah satu indikator sekaligus simbol penyebaran Islam ramah di Kabupaten Kudus.

Masjid bersejarah itu berada di Jalan Suryo Kusumo Gang 6 Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Masjid Jami’ ini dijadikan salah satu tempat wisata religi untuk melihat bangunan bersejarah Kudus pada peradaban-abad 16.

Apabila seorang traveler menuju Masjid Wali, maka pertama kali yang dijumpai adalah Gapura Paduraksa atau Pdureksan. Istimewanya, gapura tersebut masuk dalam benda cagar budaya dengan ditandai papan yang menyebut dilindungi UU No.11 Tahun 2020 tentang cagar budaya.


Masjid Wali itu didirikan oleh Arya Penangsang dan Sunan Kudus pada abad ke-16 M. "Arya Penangsang adalah salah satu murid kinasih dari Sunan Kudus yang berasal dari Jipang Panolan, maka Sunan Kudus membangun Masjid untuk beristirahat dan beribadah. Arya Panangsang mengacu pada Sunan Kudus (gurunya), yaitu membuat Gapura Padureksan dengan konsep perpaduan antara kebudayaan Hindu dan Islam," ucap Fatkhurrohman Aziz selaku juru kunci.

Di dalam Masjid Al-Makmur, terdapat delapan item peninggalan diantaranya, "Gapura Paduraksan, Mustoko Masjid, 4 utama Soko Guru, Prasasti Masjid, Mihrab Imam, Mimbar Khutbah, sumur peninggalan Sunan Kudus, dan Makam Kuno yang ada di belakang Masjid,” ungkap Aziz kepada Mahasiswa KKN-IK 2021 selaku juru kunci Masjid Wali, Rabu (08/09/2021).

“Gapura Padureksan, berasal dari perpaduan kata “Padu” dan “Reksa” yang berarti perpaduan yang direksa, Gapura Padureksan merupakan simbol energi antara ulama dan pemerintah kerajaan pada kala itu. Gapura Padureksan memiliki perpaduan antara pangiwo (kiri) dan penengen (kanan). Pangiwo memiliki pemerintahan kerajaan pada kala itu, sedangkan penengen mewakili ulama dari situlah tercermin simbol sinergi antara pemerintah dengan para ulama.  terdapat tujuh tingkatan pada Gapura Padureksan yang melambangkan septo petolo langit yang artinya tujuh tingkatan langit,” jelas Juru Pelihara Masjid Wali yang kerap disapa Aziz.

Sesuai mitos yang berkembang di kalangan masyarakat sekitar Masjid Wali ini, bahwasannya jika pintu yang terdapat di Gapura Padureksan dibuka dan dibuat untuk hal-hal yang tidak pantas, maka akan terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan atau berupa sebuah musibah.


Mustoko masjid adalah peninggalan dari seorang wali yang terbuat dari tanah, tanah disini memiliki makna manusia tidak boleh sombong, tinggi hati, iri dengki, dan sifat tercela lainnya. Soko guru merupakan tiyang yang berada didalam masjid, dalam tiang tersebut terdapat makna-makna yang tersimpan

Didalam Masjid Wali ada beberapa pantangan yaitu tidak boleh mempunyai niatan buruk meskipun dari awal, karena pasti akan medapat balasannya.

Diungkapkan Aziz, ia memberikan contoh , "suatu ketika pernah ada kejadian seseorang yang meminta izin untuk berada di masjid tersebut tetapi dengan niatan buruk dan akhirnya orang tersebut menjadi gila.  Contoh lainnya adalah salah satu orang yang memiliki niat buruk kemudian tidur disitu pada akhirnya orang tersebut pindah posisi di pagi harinya dengan tiba-tiba tidurnya di makam depan Masjid Wali," terang Aziz.

Tradisi-tradisi di Masjid Wali masih dilestarikan oleh masyarakat setempat. Tradisi yang paling akbar dan dapat diketemukan tiap tahun ialah tradisi Rebo Wekasan. Tradisi ini merupakan tradisi pengambilan air salamun pada malam Rabu terakhir di bulan Shafar.

"Tradisi yang masih dilaksanakan oleh masyarakat desa Jepang yaitu Tradisi Rebo Wekasan dan juga masih terdapat tradisi yang bersifat harian manganan (makanan), berupa ingkung ayam yang sudah menjadi tradisi sejak dahulu di Masjid Al Makmur dengan harapan insya Allah selamat dunia akhirat dan selalu melestarikan ingkung ayam yang disuguhkan di masjid didoakan di makam menjadi wasilah. Makanan agar kajat dilaksanakan selamat lancar dan sebagainya," beber Aziz.

Ditulis dan dihimpun oleh:
Mahasiswa KKN-IK IAIN Kudus 2021 kelompok JEPANG 1

Posting Komentar untuk "Masjid Wali Jepang, Bangunan Bersejarah Penyebaran Islam Abad 16"